Agama mesti menghadirkan penganut yang berwajah kasih, persaudaraan dan damai. Agama mesti memproduksi penganut yang beriman, yang memiliki kepekaan terhadap realitas dan tergerak untuk berbuat sesuatu demi keadaban publik.
Menurut Pater Steph, agama mesti menjadi inspirasi religiositas bagi semua penganut, Suku, agama, ras dan golongan dan mempersembahkan diri bagi kehidupan bersama serta menjadi kekuatan pendorong untuk menjadikan hidup ini manusiawi.
Selain itu juga, agama kata Pater Steph mesti menjadi ispirasi bagi semua orang untuk menjadi pelayan dan pengabdi rakyat dalam birokrasi, politik dan kemanusiaan dan menjadi kekuatan religiositas yang menyatukan semua orang yang berkehendak baik tanpa sekat SARA.
“Agama mesti menjadi entisitas yang menghadirkan damai dan keadilan. Kualitas orang beragama diukur kesalehan tidak bermakna individual melainkan sosial. Agama tidak hanya sekedar menghadirkan orang yang saleh ritus agamawi tapi menerbitkan kesalehan sosial dan kemanusiaan,”kata Pater Steph.
Ia menambahkan Teks – teks kitab suci mesti ditafsirkan secara konteks dan tidak sekedar setting history masa lampau yang kadaluwarsa. Penafsiran teks kitab suci yang kontekstual tambahnya lagi, membuat orang beragama khususnya pemimpin agama keluar dari zona eksklusif dan berubah menjadi inklusif. Pemahaman terhadap agama, iman yang inklusif akan mengubah kata – kata dalam khotbah mimbar rumah ibadat menjadi habitus, sebuah perilaku, sebuah tindakan.
“Pemahaman inilah yang mengubah dialog agama menjadi dialog kehidupan. Orang tidak lagi berbicara dan berdiskusi tentang agama, iman tapi hidup sebagai orang beragama dan beriman dengan semua orang yang berkehendak baik tanpa sekat,”ujarnya. (ria/humas)