NKRI harga mati yang memecah belah NKRI mati harga. NKRI bukan hanya satu suku, NKRI bukan satu agama,NKRI bukan satu ras, NKRI bukan hanya satu golongan, karena itu di Indonesia jangan hembuskan isu SARA lebih bijak saling menjaga rasa. Kita berbeda tapi satu Indonesia. Kita satu Indonesia tetapi mengakui perbedaan. Hal tersebut dikatakan Ketua GMIT Ende, Pendeta Ferluminggus Bako saat membawakan orasi pada kegiatan Nusantara Bersatu, Rabu (30/11/2016) di Lapangan Pancasila, Kota Ende.
”Kita berdiri diatas dasar yang sama, kita duduk diatas dasar yang sama, kita bekerja diatas tanah air yang sama, kita berjuang untuk tujuan yang sama, demi nusantara bersatu. Nusantara bersatu tidak berarti harus sama tidak berarti harus seragam tetapi yang berbeda bersatu membangun sebuah kekuatan yang besar tidak ada yang dapat memecah belah Indonesia karena pilarnya sangat kuat,”kata Pendeta Ferluminggus Bako.
Dikatakan Pancasila dan UUD 1945, negara kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika tidak ada yang dapat mengadu domba karena Bangsa Indonesia bukan domba – domba. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang bermartabat tidak ada yang dapat menghancurkan. ”Di-rahim Pancasila satu sudut dari Nusantara, kita berkata haram hukumnya jika kita merusak rahim pancasila demi kepentingan – kepentingan tertentu. NKRI harga mati, yang memecah belah NKRI mati harga,”kata Pendeta Ferluminggus Bako.
Sedangkan Tokoh Agama Hindu, Ni Kadek Novi Cindrayani,S.Ag mengatakan ada lima perkara yang penting dan perlu harus kita sadari yakni Pancasila dasar negara dan pandangan hidup serta sarana persatuan dan kesatuan bangsa. Kedua, UUD 1945 adalah dasar kedaulatan konstisional Negara Republik Indonesia. Ketiga, NKRI sebagai bentuk negara yang tidak bisa diubah. Keempat, Bhineka tunggal ika adalah semboyan persatuan dan kesatuan bangsa, Kelima, Pancasila, Undang – Undang Dasar 1945, NKRI, Bhineka Tunggal Ika adalah harga mati.
Dijelaskan kebhinekaaan di negara merupakan karunia Tuhan yang harus junjung dan dijaga kelangsungannya, kebersamaan antar umat beragama dan suku bangsa yang telah terjalin harus lebih diutamakan, sikap dan perbuatan yang memecah belah persatuan dan kesatuan harus benar – benar dihapuskan.
Semua komponen bangsa yang bersatupadu menjaga mewujudkan keutuhan dan kedaulatan bangsa. Usaha - usaha ingin memecah belah persatuan dan kesatuan Indonesia harus ditindak sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
Dalam konsep agama Hindhu untuk mewujudkan keharmonisan dan kerukunan sesama umat manusia terutama umat beragama serta lingkungan dan semua ciptaan Yang Maha Kuasa adalah berpedoman pada ajaran Tri Hita Karana dan Takwan asih. “ajaran tersebut dijadikan konsep asensial mengenai bagaimana cara bisa hidup rukun dan harmonis dalam multikultural di negara Indonesia yang memiliki karakter tersendiri dibandingkan negara – negara lain di dunia,”katanya.
Dikatan pula, bahwa didalam kitab ata orweda memiliki arti, semoga langit penuh damai, semoga bumi bebas dari gangguan, semoga suasana lapisan udara meliputi bumi yang luas jadi tenang, semoga perairan menjadi menyejukkan, semoga suasana tanaman dan tumbuhan bermanfaat untuk kami. Kedamaian dan ketentraman bathin merupakan dambaan semua makhluk, tidak hanya untuk umat manusia tetapi juga untuk tanaman dan tumbuhan serta binatang oleh karena itu kedamaian itu sangat penting diwujukan dan diharapkan seluruh komponen bangsa, berjuang dan berusaha untuk itu harus mempertahankan dan memperjuangkan Bhineka Tunggal Ika.
Tri Hita Karana memiliki pengertian keharmonisan antara hubungan umat manusia dengan Tuhan yang maha Kuasa,Keharmonisan antara hubungan umat manusia dengan sesama Umat Manusia serta keharmonisan hubungan umat manusia dengan lingkungan. Sementara Takwan asih memiliki pengertian engkau adalah aku dan aku adalah engkau.
“kedua hal tersebut adalah merupakan konsep untuk mewujudkan kerukunan dan keharmonisan bukan hanya diketahui dan dipahami melainkan harus diamalkan sebaik mungkin di masyarakat sehingga suasana yang didambakan dapat dirasakan bersama,”ujar Ni Kadek. (ria-roby-humassetda ende)