Partisipasi perempuan dalam pemilu legislatif menunjukkan adanya kemajuan bagi proses demokrasi yang berbudaya partisipatoris. Keterwakilan perempuan menjadi wakil rakyat adalah sebuah ikhtiar untuk memperjuangkan kepentingan kaum perempuan dalam arena legislasi.
Hal ini dikatakan Kepala Bidang Politik Badan Kesbangpol Provinsi NTT, Drs. Ady Enderzon Mandala,M.Si dalam materinya Peranan dan Partisispasi Politik Perempuan dalam Tinjauan Persespektif Revolusi Mental pada kegiatan Forum Diskusi Politik Perempuan di Kabupaten Ende, Rabu (30/3/2016) di Hotel Safari.
Oleh karena itu, katanya transisi yang dialami Indonesia menuju demokrasi pada periode pasca orde baru mengalami berbagai prakarsa perubahan untuk memastikan partisispasi masyarakat dan pengikutsertaan suara mereka dalam tata pemerintahan untuk memperbaiki ketidakseimbangan gender di lembaga legislatif tingkat nasional dan lokal.
Ia menambahkan keterlibatan perempuan dalam urusan politik pada masa kini sangat berbeda dengan kondisi perempuan dimasa lalu. Perbedaan itu bisa karena kondisi sosial-kultural maupun perkembangan zaman.
Ia menjelaskan berdasarkan UU No.12/2003 mengenai Pemilihan Umum Pasal 65 mengatur bahwa setiap partai politik harus setidaknya memiliki 30 persen calon anggota perempuan di tingkat nasional, provinsi dan lokal di masing – masing daerah pemilihan umum.
“Kondisi ini memunculkan kebutuhan akan adanya gerakan perempuan untuk perubahan lebih jauh supaya menjadikan alokasi kuota 30 persen bagi perempuan dalam daftar calon legislatif menjadi kewajiban bagi partai politik mereka,”ujarnya (ria- Humas Setda Ende)