Headline

.

  • MOHON MAAF BLOG HUMAS ENDE SUDAH GANTI ALAMAT BLOG..SILAKAN KUNJUNGI BLOG HUMAS PROTOKOL YANG BARU DENGAN ALAMAT : (KLIK GAMBAR) https://humasprotokolende.blogspot.com

Rabu, 04 November 2015

BASMI FILARIA HARUS KEROYOK

Guna membasmi penyakit kaki gajah (Vilarias) maka harus dilakukan secara keroyok. Pelibatan seluruh pemangku kepentingan utamanya masyarakat menjadi hal yang penting menurunkan angka prevalensi filarias  atau Microfilariasis Rate (MFR) secara bertahap selama lima tahun berturut-turut dimana tahun ini merupakan tahun terakhir karena sudah dimulai sejak 2011 silam. Bulan eliminisasi kaki gajah ini dimaksudkan agar penduduk yang tinggal di daerah endemis  filarias termasuk Kabupaten Ende secara serentak meminum obat pencegah filarias, sehingga diharapkan akan mengeliminir penularan cacing filarial.



Bupati Ende, Marselinus Y. W. Petu mengatakan ini saat menyampaikan sambutan pada acara Pencanangan Bulan Eliminasi Kaki Gajah (BELKAGA) , Deklarasi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Tingkat Kecamatan Maukaro dan Perayaan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) Sedunia Tingkat Kabupaten Ende di Kecamatan Maukaro,( Senin 26/10).


Menurut Bupati Marsel Petu, data yang dirilis Dinas Kesehatan Kabupaten Ende sampai penghujung tahun 2014 terdapat 105 kasus penderita kaki gajah kronis yang tersebar di beberapa kecamatan dan terbanyak yaitu sekitar 48 %  berada di wilayah kecamatan Maukaro. Kegiatan ini juga menurutnya untuk memastikan semua warga Kabupaten Ende berusia 2 hingga 70 tahun telah meminum obat filaria. Untuk tahun 2014 sekitar 197.285 orang telah meminum obat Filaria, dan target di tahun 2015 sejumlah 251.040 orang.


Jelasnya, guna mempercepat proses eliminasi penyakit kaki gajah ia menginstruksikan kepada semua pihak untuk tetap melakukan secara terencana dan berkelanjutan kegiatan promotif dan preventif berupa; kegiatan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat yakni perilaku Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), pemutusan mata rantai penularan filarial serta penyakit berbasis lingkungan lainnya dengan meminum secara serentak obat filarial, serta menggunakan kelambu dan mencegah dan membatasi kecacatan. Selain itu menggiatkan dan menggelorakan semangat bekerjasama dan sama-sama bekerja mewujudkan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat melalui program/kegiatan Jumat bersih, pengandangan dan penertiban hewan, gerakan cuci tangan pakai sabun serta inovasi kegiatan lainnya yang dapat mencegah timbulnya penyakit menular berbasis lingkungan di wilayah pelayannannya masing-masing.


Terkait STBM, Bupati Marsel beri apresiasi khusus kepada camat Maukaro bersama seluruh komponen masyarakatnya yang telah sukses melaksanakan 5 pilar STBM secara umum ditambah satu pilar khusus yang menjadi kesepakatan lokal yaitu pengandangan dan penertiban hewan di wilayahnya.


Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ende, Herman Yoseph Wadhi  pada kegiatan tersebut mengatakan, sejumlah kendala yang ditemukan dalam melaksanakan program eliminasi penyakit kaki gajah ini adalah kurangnya tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap perjalanan penyakit filaria dan adanya stigma sosial yang menyebabkan pasien malu untuk berobat, stigma dari masyarakat berpendidikan yang merasa bersih dan meras tidak memerlukan konsumsi obat filaria, serta complain masyarakat terkait kejadian - kejadian ikutan pengobatan. 


Panitia penyelenggara dalam laporannya yang disampaikan  Sislaus Bendu, Kepala Bidang Pengendalian Masalah pada Dinas Kesehatan Kabupaten Ende mengatakan, maksud diselenggarakan kegiatan ini adalah sebagai media untuk mengkampanyekan dan mengajak seluruh komponen masyarakat Kabupaten Ende akan pentingnya hidup sehat melalui perubahan perilaku dan memodifikasi lingkungan dalam upaya pengendalian penyakit-penyakit yang berbasis lingkungan. Sedangkan tujuannya adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat demi mewujudkan Ende bebas filaria Tahun 2020.



Direktur FIRDS Ende, Vinsensius Sangu ketika dikonfirmasi di sela-sela acara mengatakan, penyakit filaria ini merupakan penyakit kronis, walaupun tidak mematikan tetapi mempengaruhi stigmanisasi sosial. Masyarakat akan menilai bahwa penyakit filarias itu buruk, sehingga penderita filarias buruk. Karena stigma sosial ini buruk maka penderita akan mendapatkan sanksi sosial sehingga tidak bisa melakukan akses terhadap ekonomi dan sumber daya. “Ini berarti  bagian dari pemiskinan jangka panjang, dimana orang itu akan mencari uang lebih besar untuk melakukan pengobatan terhadap penyakit ini” Ujarnya.


Ia menambahkan, penilaian WHO/dunia  bahwa Indonesia sangat lamban dalam penanganan filaria ini, padahal Indonesia termasuk dari 23 negara endemis filaria. Di Indonesia dari 511 kabupaten/kota terdapat 253 kabupaten/kota yang endemis filaria salah satunya adalah kabupaten Ende. Sedangkan NTT merupakan propinsi urutan pertama di Indonesia tentang filaria ini. 


Jelasnya, satu-satunya kabupaten/kota di NTT yang didukung dananya dari FIRD dan jaringan RTI dalam hal penanganan filaria ini adalah kabupaten Ende. Alasan pihaknya memberikan dukungan dana bagi penanganan filaria ini adalah ingin menggerakan penyakit publik melalui kebijakan dan memobilisasi masyarakat agar masyarakat lebih memperhatikan penyakit-penyakit yang terlupakan dan terabaikan seperti filaria ini.


Ia meinginkan dalam jangka  panjang pemerintah daerah harus mengambil alih peran yang dilakukan LSM. LSM hanya berperan sebagai pendukung bukan yang utama. “ sebagai pendukung Kami hanya mengisi, walaupun dalam  faktanya budgetnya LSM lebih besar dari pemerintah. Kami memahami ada beberapa kendala yang ada didalam pemerintah. Kami menginginkan kedepannya sekiranya Pemerintah melalui program kegiatan aksinya agar lebih memperhatikan pada persoalan-persoalan yang sesungguhnya dialami masyarakat di tingkat bawah” tandasnya. 


Ia berharap, mulai tahun depan peran pemerintah harus lebih besar yaitu melalui perencanaan kebijakan anggaran guna mendukung pemberantasan penyakit yang terabaikan seperti filaria ini. 


Camat Maukaro Petrus Djata dalam sapaannya mengatakan, pelaksanaan Bulan Eliminasi Kaki Gajah (BELKAGA) dan deklarasi 6 pilar STBM serta cuci tangan pakai sabun secara serentak merupakan kegiatan yang yang berkaitan erat karena penyebab penyakit kaki gajah adalah cacing yang ditularkan melalui kelenjar nyamuk filaria, dimana nyamuk filaria ini hidup pada lingkungan yang kotor, sehingga pilar STBM ini merupakan pisau pemutus rantai penyebaran filariasis penyebab penyakit kaki gajah yang menakutkan secara khusus di Maukaro.


“kami menyambut baik kegiatan ini dilakukan secara serentak dan dipusatkan di kecamatan kami, karena ini tentunya akan memberikan motivasi kepada masyarakat disini agar bias hidup lebih bersih dan sehat”tegasnya.


Kepala Puskesmas Maukaro R. Darius yang dikonfirmasi mengakui bahwa daerah Maukaro ini merupakan daerah endemis filarial. Hal ini mengingat sebagai wilayahnya merupakan daerah rawa-rawa sehingga berpotensi besar bagi nyamuk penyebab penyakit kaki gajah hidup dan berkembang biak. Pihaknya kata Darius, secara kontinyu melakukan pendataan dari rumah ke rumah untuk memproleh data yang akurat mengenai penderita penyakit kaki gajah.  Sampai akhir oktober ini jumlah penderita penyakit kaki gajah ini sebanyak 58 orang.

“ saat ini kami terus melakukan sosialisasi mengenai penyakit filaria ini juga melakukan pembersihan lingkungan, dengan maksud agar menekan dan mengeliminir jumlah penderita penyakit filarial ini”ujarnya.(Humas Ende/Helen Mei (Eln))