Saat menyampaikan sambutannya Wakil Bupati Djafar Achmad mengatakan, berkaitan dengan akses pengelolaan dan pemanfaatan hutan khususnya hutan negara, belakangan ini euforia untuk mengembalikan hak masyarakat adat dalam mengakses pemanfaatan serta pengelolaan hutan adatnya semakin menguat dengan dikabulkannya beberapa point gugatan oleh aliansi masyarakat adat nusantara pada beberapa tahun yang lalu.
Atas dasar euforia ini, kata Wabup Djafar, tidak terkecuali di wilayah Kabupaten Ende, juga terjadi klaim- klaim atas lokasi hutan adat di dalam areal hutan Negara yang telah dikukuhkan oleh Pemerintah.
Ia menjelaskan, proses dan tahapan alih pengelolaan sesuai amanat Mahkamah Konstitusi harus ditindaklanjuti baik oleh Pemerintah pusat, Pemerintah daerah maupun oleh kelompok masyarakat adat sendiri. “Untuk itu, perlu diberikan penjelasan- penjelasan dengan pendasaran pada ketentuan perundang- undangan agar tidak ada pihak yang kelak menyalahi aturan hukum dalam mengakses, mengelola, serta memanfaatkan hutan adat yang diklaim di dalam hutan negara yang telah dikukuhkan,”ujar Wabup Djafar.
Menurut Djafar guna mencegah terjadinya pembalakan liar dan dalam rangka melindungi hak negara, atas hasil hutan dan kelestarian hutan, dilakukan pengendalian serta pemasaran hasil hutan melalui penata usahaan hasil hutan.
Ia menambahkan, penata usahaan hasil hutan diperuntukan baik bagi hasil hutan yang berasal dari hutan Negara, maupun hasil hutan yang berasal dari hutan hak yang dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dan pedoman kepada semua pihak yang melakukan usaha atau kegiatan di bidang kehutanan, sehingga pemanfaatan hasil hutan berjalan dengan tertib dan lancar.
Hadir dalam kesempatan itu warga dan para tokoh masyarakat serta para pegawai dalam lingkup Kantor Kecamatan Ende. (ria/humas)
